PENOLAKAN-PENYANGGAHAN PENDAPAT
Penolakan atau penyanggahan pendapat orang lain merupakan reaksi bentuk hasil rumusan jalan pikiran kita terhadap pendapat orang lain, terutama dari aspek kelemahan pendapat tersebut, yang kemudian diikuti alternatif jalan keluarnya. Di sini terlihat bahwa, tak cukup bagi kita jika hanya sebatas menilai aspek kelemahan pendapatnya. Tanggung jawab moral berikutnya adalah menyodorkan alternatif solusi, dari yang terbaik sampai yang paling kurang baik. Di sisi lain kita harus berani mengemukakan kelemahan pendapat lawan bicara, tidak usah melihat siapa yang bicara, melainkan apa yang dibicarakan.
Mempelajari cara menolak pendapat lawan bicara sebenarnya juga bermanfaat untuk mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. Secara ilmiah setiap orang harus berlaku jujur, baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Semakin objektif dan jujur seseorang semakin berani mengoreksi pendapat diri sendiri. Hal ini akan semakin membuat diri kita bersifat terbuka terhadap saran, kritik, dan usul dari pihak lain, bahkan justru berterima kasih atas hal tersebut. Di sisi lain, dalam memberikan kritik kita juga harus menilai diri sendiri apakah penalaran kita dapat diterima orang lain. Jika kritik tersebut didasarkan pada fakta-fakta yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta logis, kita harus menerimanya secara satria.
Prinsip penolakan:
- Penolakan hendaknya diarahkan kepada beberapa pokok yang penting saja, bukan pada seluruhnya. Kejujuran intelektual mencegah kita untuk memilih yang tidak penting serta mengadakan generalisasi bahwa seluruh argumennya salah.
- Argumentasi yang digunakan tidak terikat pada satu formulasi, tetapi ingin merebut dan menguasai situasi terlebih dahulu, kemudian memanfaatkannya sebaik mungkin.
- Penolakan hendaknya menggunakan kutipan-kutipan secara tepat rumusan argumentasi atau pokok persoalan yang akan ditolak.
- Metode penolakan dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi diri sendiri.
- Penerimaan yang dangkal terhadap gagasan tertentu sebagai kebenaran mutlak merupakan pertanda ketidakkritisan penalaran kita dan kurang terdidik.
- Setiap tindakan, perubahan atau halangan akan mendapat pertimbangan yang harmonis bila selalu diikuti dengan kritik-kritik yang sehat.
- Keberanian menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran, logika semu, sensasi, walau gagasan itu mendapat pasaran, perlu dilatih sebagai cerminan kaum terdidik.
Metode-metode penolakan pendapat
1. Menyerang otoritas
Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah pendapat otoritas itu didukung dan diperkuat oleh kesaksian ahli atau eksperimen-eksperimen tertentu. Pendapat yang tidak didukung oleh evidensi-evidensi walau tidak salah sudah lemah kedudukannya. Kita tidak boleh silau dengan kemashuran suatu otoritas. Kemashuran otoritas hanya berarti bahwa otoritas tersebut pernah tepat dan benar secara lokal dan temporal, mempunyai keterikatan ruang dan waktu.
Suatu pendapat yang tidak didukung oleh evidensi hanya diogolongkan ke dalam hipotesis. Sebuah hipotesis tidak dapat disangkal kebenarannya demi pengembangan ilmu, tetapi belum menjadi suatu kesimpulan yang benar bila tidak didukung oleh evidensi yang kuat. Di sisi lain otoritas pendapat mempunyai keterikatan tertentu,baik berupa organisasi, poitik, ideologi, profesi, keyakinan (agama), ormas, dan lain-lain yang menyebabkan subjektivitas pendapat.Oleh karena itu, kita harus cermat apakah pendapat tersebut tidak mengandung prasangka, tidak tersembunyi di balik keahliannya untuk maksud tertentu? Kita juga dapat menolaknya dengan menggunakan kutipan otoritas-otoritas lain yang diperkuat dengan eksperimen, observasi, atau penelitian. Kita dapat juga mengumpulkan fakta-fakta atau evidensi untuk menyerang otoritas tadi.
2. Pratibukti (counterargument)
Cara ini merupakan jalan yang efektif untuk menolak suatu pendapat karena ia mengemukakan evidensi-evidensi tambahan atau jalan pikiran yang lebih baik untuk membuktikan kesalahan pendapat lawan bicara. Hal itu membuktikan bahwa jalan pikiran kita lebih baik daripada lawan bicara.
Pratibukti tidak melibatkan pribadi-pribadi dan tidak ada serangan langsung terhadap suatu pendapat. Secara sederhana kita kemukakan, “Inilah fakta dan logika yang memperkuat pendapat saya. Berdasarkan evidensi dan jalan pikirtan ini, agaknya hanya ada satu kemungkinan kesimpulan yang masuk akal.”
3. Salah nalar
Hal yang paling esensial dalam proses penolakan adalah menunjukkan kesalahan dalam proses penaralaran lawan bicara. Apakah jalan pikiran tersebut benar atau tidak, kemudian dapat ditentukan sikap terhadap persoalan yang dibicarakan. Salah nalar ini sering terjadi dalam jalan pikiran manusia di kehidupan sehari-harinya, tanpa disadari secara pasti dan justru menabiat karena kebiasaan. Kesalahan penalaran tersebut dapat berupa generalisasi sepintas lalu, analogi yang pincang, semua alih-alih beberapa, kesalahan dalam hubungan kausal, kesalahan karena tidak mengerti persoalan.
3.1 Generalisasi sepintas lalu
Prinsip ini berasal dari keinginan yang kuat untuk menyederhanakan suatu persoalan yang kompleks. Di sisi lain hal ini juga berasal dari kelambanan bertindak atau kemalasan berusaha untuk meneliti fakta-fakta disertai dengan sikap ketidakmauan mendalami bagian topik yang rumit.
Pola berpikir ini sering disebut pemikiran tabloid cenderung menyederhanakan topik yang kompleks kepada pembaca. Argumentasi semacam ini dapat ditolak dengan memperlihatkan bahwa peristiwa-peristiwa khusus belum cukup banyak diselidiki untuk menetapkan kebenaran konklusi. Perlu dicari lagi fakta-fakta yang cukup banyak jumlahnya untuk meperkuat konklusi itu. Generalisasi sepintas lalu yang didasari atas kebangsaan atau watak etnis perlu disikapi dengan hati-hati bila diterima.
3.2 Analogi yang pincang
Analogi induktif pada umumnya dapat diterima secara logis, tetapi ada juga corak penalaran indukltif secara analogis yang pincang atau terlalu dipaksakan padahal tidak ada kemiripan antara dua hal yang diperbandingkan tersebut atau analogi penjelas diberikan kepada kita untuk menutup lubang perbedaan sehingga terbentuk penalaran analogis yang logis.
3.3 Semua alih-alih beberapa
Pola pikir ini menggunakan silogisme yang mengandung term tengah, tetapi fakta-fakta tidak memberikan jaminan kebenaran. Kualitas universal afirmatif yang dinyatakan dengan kata semua dan sejenisnya tidak selalu mutlak memberikan jaminan kebenaran.
3.4 Kesalahan hubungan kausal
Seringkali orang terjebak dalam kerangka berpikir bahwa peristiwa yang terjadi sebelumnya merupakan penyebab terjadinya peristiwa berikutnya, padahal hal itu belum tentu benar secara kausalitas. Jalan penalaran semacam ini disebut juga pos hoc, ergo propter hoc (sesudah ini, sebab itu, karena itu). Kesalahan ini mirip dengan nonsequitur (tidak bisa diikuti). Ini terjadi karena kesimpulan yang diturunkan tidak berdasarkan premis-premis yang ada. Contoh: Ia tidak bisa mengurus rumah tangga kantor karena mengurus rumah tangga sendiri saja tidak bisa.
3.5 Kesalahan karena tidak mengerti persoalan
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berbicara banyak bukan pada inti yang harus dibicarakan, melainkan berbicara pada pokok yang lain yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan saat itu. Hal ini semata karena yang bersangkutan tidak mengetahui persoalan yang dibicarakan secara memadai.
3.6 Argumentum et hominem
Pola ini merupakan pembuktian yang ditujukan kepada manusianya dengan jalan berusaha mengelak memberikan bukti-bukti dari suatu masalah yang dihadapi dengan mengompensasikan menolak karena manusianya.
4. Dorongan emosi
Manusia sering mencampuradukkan antara rasio dan emosi yang justru menjerat manusia dalam arus emosi, apalagi diwarnai dengan keengganan berpikir secara kritis.Oleh sebab itu, manusia perlu menyadari diri dari pengaruh para demagog, tokoh politik, pemasang iklan, dfan lain-lain. Kelemahan psikologis manusia seperti itu sering dimanfaatkan dengan tujuan tertentu. Memang, tidak selalu setiap sentuhan emosional bernada jahat. Cara menolaknya berpegang pasda prinsip: semakin kuat aspek emosional yang mengriringi suatu pernyataan, semakin lemah kebenaran persoalannya.
Cara-cara berikut dominan faktor emosinya sehinga objektivitasnya merosot.
4.1 Berbicarta berdasarkan prestise
Cara ini sering digunakan dalam mempropagandakan sesuatu dengan jalan memanfaatkan prestise seseoramng sehingga audiens menerima apa yang dipropagandakan. Model ini biasa dipakai dalam dunia politik dan periklanan.
4.2 Menggunakan istilah yang berprasangka
Istilah tertentu sering digunakan untuk menghantam lawan bicara. Konsep yang dikenal umum atau sudah menjadi opini publik sering dimanfaatkan untuk menjatuhkan kharisma seseorang, misalnya provokator, reaksioner, komunis, kapitalis, dan lain-lain. Di sisi lain, sering digunakan istilah tertentu yang berkonotasi baik, misalnya keamanan nasional, semangat berkorban, aksi sosial, rule of low, pancasilai, reformis.
4.3 Argumentum ad populum
Pola ini menggunakan populasi (masyarakat) sebagai dalih untuk membenarkan pendapatnya. Rakyat sering digunakan sebagai alat untuk membentengi pidato politik atau keperluan pribadi/kelompok dalam politik. Seseorang bisa menggunakan cara ini demi kepentingan kelompoknya atau pribadi, sedangkan rakyat atau populasinya hanya digunakan sebagai korban/benteng, bukan fakta.
5. Metode-metode khusus
Metode-metode ini bersifat khusus karena memang digunakan dalam situasi khusus, yaitu dilema, metode residu, dan reductio ad absurdum.
5.1 Dilema
Metode ini sebenarnya termasuk daslam silogisme hipotetis yang bersifat majemuk, dan dari segi bentuk bersifat separuh disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayor dibentuk dari dua proposisi hipotetis, sedangkan premis minor
dan konklusinya merupakan proposisi disjungtif.
Jika melakukan hal itu kamu akan dihukum seumur hidup, tetapi jika tidak melakukannya kamu akan sengsara seumur hidup.
Dilema harus mengandung akibaty yang sama berat. Sering terjadi bahwa dilema yang diajukan tidak sama kuat. Sebab itiu sebagai metode penolakan, kita harus meneliti secermat-certmatnya apakah betul terdapat dua alternatif yang mempnyai pertalian yang sama kuat terhadap pokok-persoalan.
Bila tidak kritis dan hati-hati dilema dapat menjadi generalisasi sepintas lalu yang berlebihan. Dilema muncul dari anggapan seoolah-olah hanya ada dua kemungkiinan, tidak lebih-tidak kurang. Untuk menolak pendapat melalui dilema yang semua, cukup saja diajukan argumentasi bahwa satu alternatif dapat disisihkan, atau masioh ada alternatif lain yang lebih baik.
5.2 Metode residu
Metode residu merupakan usaha untuk menolak pendapat dengan mencatat semua alternatif yang berhubungan, kemudian mencoba mengeluarkan alternatif-alternatif lain yang mungkin saja tidak masuk akal atau tidak mungkin. Dengan demikian metode ini lebih efektif bila semua alternatif yang berhubungan dengan persoalan dapat dicatat semuanya. Jika satu alternatif saja diabaikan, metode ini akan menemukan kegagalan. . Oleh karena itu, metode ini memerlukan penelitian yuang cermat.
5.3 Reductio ad absurdum
Metode ini bersifat memperluas suatu fase dari argumentasi yang dikemukakan lawan hingga mencapai titik kabur (absurdum) atau sama sekali tidak masuk akal. Metode ini digunakan secara tepat dengan memperlihatkan ejekan terhadap gagasan. Ini memerlukan fakta-fakta yang tepat dan kuat bila tidak menginginkan kena bumerang.
Tt/150104
Grhabakti
PEMAHAMAN ASAS-ASAS BERPIKIR
Pada proses berpikir bersama, terutama berpikir ilmiah, secara psikomotoris penalaran terjadi kegiatan berpikir yang maju bergerak ke pengetahuan baru dari dan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki. Hal ini membawa ke arah perkembangan pemikiran seseorang. Maksudnya, kita tidak berhenti pada satu titik pengetahuan, pemikiran, keputusan, atau kesimpulan yang sudah tersusun dan dimiliki atau yang sudah membentuk kerangka berpikir, melainkan kita selalu berusaha “memperbarui” sehingga tersusun suatu pengetahuan, pemikiran, keputusan, dan kesimpulan baru.
Hal tersebut merupakan bukti kekritisan dan kecerdasan kita dalam menimbang dan memutuskan sesuatu. Di sisi lain hal tersebut merupakan perkembangan pola analistis dan cara pandang kita terhadap suatu masalah. Karena itu, dalam proses berpikir bersama, kita berharap menemukan alternatif-alternatif, jalan keluar (solusi), dan pemecahan masalah. Memahami suatu masalah dalam proses berpikir bersama berarti menempatkan dan mengaplikasikan asas berpikir sebagai pangkalan atau dasar membentuk pengetahuan baru. Asas berpikir perlu diperhatikan dan dipenuhi dengan tujuan keputusan dan kesimpulan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan.
1. Asas Identitas
Asas identitas berarti menunjuk sifat khas atau sifat pokok realitas, konsep atau masalah. Dalam asas ini kita melihat bahwa setiap realitas, konsep, maupun masalah mempunyai hakikat yang khas: memiliki sifat, referensi, dan identitas tertentu. Artinya, dalam asas identitas kita berhadapan dengan kategori INI adalah INI, atau ITU adalah ITU.
Dalam proses berpikir bersama, apapun bentuknya, asas identitas menunjuk kenyataan bahwa pengakuan akan realitas, konsep, maupun masalah membawa konsekuensi semua kesimpulan yang ditarik dari pengakuan itu harus diakui.
Cermati kutipan berikut ini, ungkapkan asas identitas mana yang terdapat dalam realitas, konsep, maupun pokok permasalahan:
Petenis putri utama Indoensia, Angelique “Angie” Wijaya, dipilih oleh Australian Tennis Magazine, majalah tenis terkemuka Australia, sebagai petenis muda terbaik (rising star) tahun 2002. Pemberian tropi penghargaan tersebut, ujar manajer Angie, Virginia Rusli, akan dilakukan saat turnamen Australia Terbuka berlangsung di Melbourne, pertengahan Januari 2003.
“Penyerahan tropi akan dilakukan dalam arena Australia Terbuka. Informasi. Informasi yang saya peroleh kemungkinan upacara tersebut dilakukan di hari terakhir turnamen,” ujar Virginia.
Selain Angie, majalah tersebut juga memberikan penghargaan serupa kepada petenis muda Australia, Todd Reid. Reid merupakan juara Wimbledon yunior putra tahun ini, sedangkan Angie menembus peringkat 80-an dunia turnamen Volvo Open di Pattaya Thailand, semifinalis Shanghai Terbuka, dan juara Dubai Challenger. Setahun sebelumnya di usia yang ke-16, Angie meraih gelar WTA Tour pertama di Wismilak Open Bali. (Kompas, 31 Desember 2002)
2. Asas Kontradiktoris
Asas ini menunjukan isi dan luas pengertian yang berbeda dari suatu realitas, konsep, atau masalah yang sama. Perbedaan isi dan luas suatu konsep atau pengertian disebabkan oleh susut pandang atau cara pendekatan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dicermati bila berhadapan dengan kenyataan tersebut, kita harus menentukan “mana yang benar” dan “mana yang salah”.
Pahami dan cermati contoh berikut! Diskusikan dengan teman kalian!
a. Semua profesor pandai dan menemukan sesuatu
Wong Kwi siswa kelas 3 IPA SMU kita itu pandai dan menemukan sesuatu.
Jadi, Wong Kwi itu profesor.
3. Asas Kemungkinan Ketiga
Kita menyadari bahwa setiap keputusan atau kesimpulan bukan berdasarkan pada sikap kompromis. Ini pedoman asas kemungkinan ketiga. Jika ada keputusan atau kesimpulan yang saling bertentangan, kita harus dengan tegas menentukan hanya satu kemungkinan yang benar.
Perhatikan contoh berikut!
1. Semua siswa Kelas 3 IPA SMU Dwarapati pandai
2. Beberapa siswa Kelas 3 IPA SMU Dwarapati pandai
Bila kita perhatikan contoh di atas dengan baik, tidak ada kemungkinan bagi kita untuk menempatkan kedua pernyataan sama-sama benar atau sama-sama salah. Di sisi lain kita tidak dapat mengompromikannnya. Yang dapat kita lakukan adalah memilih satu atau sekaligus mengingkari satu.
4. Asas kausalitas
Asas ini menunjukkan bahwa setiap konsep, realitas, atau masalah mempunyai rangkaian kausalitas sebab-akibat: sebab terjadinya atau alasan keberadaannya. Setiap realitas, konsep, atau masalah pasti ada faktor kausalitasnya (penyebab). Oleh karena itu, kita berhadapan dengan rangkaian sebab-akibat atau akibat sebab dari setiap realitas, konsep, atau permasalahan yang kita hadapi.
Coba kalian cermati dan diskusikan dengan teman sebelah: asas berpkir mana yang paling dominan dalam kutipan berikut? Mengapa?
Jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mewaspadai situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas) pada tahun 2003 mendatang walaupun tingkat kriminalitas tahun ini relatif turun dibandingkan dengan tahun 2001. kewaspadaan tersebut berkait dengan rencana kegiatan nasional, yakni pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2004, selain tindak pidana kekerasan dengan senjata tajam atau senjata api tetap akan mewarnai tahun 2003.
Markas Besar Polri tidak merinci bentuk gangguan kamtibnas pada tahun mendatang. Mabes Polri menjelaskan langkah-langkah antisipasi menghadapi situasi itu, di antaranya mengupayakan penambahan alat komunikasi dan transportasi, termasuk pengadaan minimal sebuah helikopter di setiap kipolisian daerah (polda) sebelum tahun 2003 berakhir.
(Kompas, 31 Desember 2002)
PEMAHAMAN DASAR PENYAMPAIAN KOMENTAR, PERSETUJUAN, DAN PENOLAKAN
Sebagaimana yang sudah kita ketahui, bahwa dasar penyampaian komentar, persetujuan, dan penolakan pendapat adalah asas berpikir. Sudah tentu, pemahaman asas berpikir yang cermat dan tepat serta benar dalam pengaplikasiannya sangat menghindarkan kita dari kesalahan-kesalahan bernalar. Untuk menjaga hal tersebut, perlu kita perhatikan hal-hal berikut!
1. Suatu penyataan yang sesuai dengan pengetahuan terdahulu atau yang sudah kita ketahui tentu menghadirkan komentar, persetujuan atau penolakan yang logis, sahih, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perhatikan contoh berikut!
a. Semua siswa yang tekun dan teratur belajar tentu berhasil dalam studinya.
Wong Kwi adalah siswa yang selalu tekun dan teratur belajar.
Jadi, Wong Kwi pasti berhasil dalam studinya.
b. Semua orang Indonesia pasti berketuhanan.
Wong Kwi bin Wong Kae adalah warga negara Indonesia.
Jadi, Wong Kwi bin Wong Kae pasti berketuhanan.
2. Suatu pendapat yang tidak sesuai dengan pengetahuan yang mendahului atau yang sudah kita miliki tentu membentuk komentar, persetujuan, keputusan, kesimpulan, atau penolakan yang tidak objektif.
Perhatikan contoh berikut!
a. Semua profesor pandai dan menemukan sesuatu.
Wong Kwi adalah orang yang pandai dan menemukan sesuatu di kampungku.
Jadi, Wong Kwi itu profesor.
b. Semua wakil rakyat di parlemen pasti memperjuangkan “wong cilik”
Wong Kwi pekereja sosial itu selalu memperjuangkan nasib “wong cilik”
Jadi, Wong Kwi adalah wakil rakyat di parlemen.
3. Dari ADA dapat disimpulkan MUNGKIN. Kita cermati contoh berikut!
a. Wong Kwi ada di perpustakaan.
Berdasarkan pernyataan tersebut kita menurunkan kemungkinan-kemungkinan logis antara lain sebagai berikut!
1. Mungkin Wong Kwi sedang meminjam buku.
2. Mungkin Wong Kwi sedang mengembalikan buku.
3. Mungkin Wong Kwi sedang membaca majalah.
4. Mungkin Wong Kwi sedang membaca surat kabar.
5. Mungkin Wong Kwi sedang meminjam majalah.
b. Wong Kwi ada di kamarnya.
Pernyataan tersebut menghadirkan kemungkinan-kemungkinan logis sebagai berikut.
1. Mungkin Wong Kwi sedang belajar.
2. Mungkin Wong Kwi sedang tidur.
3. Mungkin Wong Kwi sedang melamun.
4. Mungkin Wong Kwi sedang menulis surat.
5. Mungkin Wong Kwi sedang mendengarkan musik.
6. Mungkin Wong Kwi sedang melihat acara televisi.
4. Dari MUNGKIN tidak dapat disimpulkan AD. Artinya, setiap pernyataan yang mengungkapkan kemungkinan belum dapat diogunakan sebagai dasar membentuk kepastian, kebenaran, atau kebertadaannya. Perhatikan contoh berikut!
a. Mungkin Wong Kwi ada di perpustakaan.
b. Mungkin Wong Kwi ada di loaboratorium.
c. Mungkin Wong Kwi ada di Jakareta.
d. Mungkin Wong Kwi ada di kamar mandi.
e. Mungkin Wong Kwi ada di pasar.
5. Dari TIDAK MUNGKIN kita dapat menyimpulkan TIDAK ADA. Kita cermati contoh berikut!
a. Tidak mungkin seorang reformis melakukan korupsi.
Jadi, tidak ada reformis yang korupsi.
b. Tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.
Jadi, tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan kekerasan.
6. Dari TIDAK ADA kita dapat menyimpulkan TIDAK MUNGKIN. Kita cermati contoh berikut!
a. Tidak ada kaum reformis melakukan korupsi.
Jadi, tidak mungkin kaum reformis uyang korupsi.
b. Tidak ada pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.
Jadi, tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.
MENYAMPAIKAN RINCIAN SEBAGAI EVIDENSI
Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan kebenaran suatu gagasan, konsep, dan realitas. Evidensi harus konkret, terinci, dan teruji. Untuk hal tersebut dapat digunakan cara-cara berikut.
1. Rincian umum-khusus
Cara ini dimulai dengan mengungkapkan hal yang umum di awal pembicaraannya, sedangkan pada bagian akhir dikemukakan hal-hal yang paling khusus. Sebaliknya, dapat juga dimulai dari hal yang khusus menuju hal yang umum.
2. Rincian keseluruhan – bagian
Pada awal pembicaraan dikemukakan hal yang keseluruhan sifatnya, kemudian diikuti bagian per bagian sebagai unsur pendudungnya. Sebaliknya, dapat pula dimulai dari hal yang umum menuju ke hal yang khusus di akhir pembicaraan.
3. Rincian ruang lingkup luas- sempit
Rincian dengan lingkup luas –sempit dimulai dengan mengemukakan cakupan pembicaraan yang luas hingga ke hal-hal yang sempit sifatnya.
KESALAHAN PENALARAN
Penalaran sebagai rangkaian proses berpikir manusia mempunyai pola dan kaidah tertentu yang sebenarnya secara logis dapat dipertanggungjawabkan hakiki kebenaran formulanya, di samping mampu diterima secara nalar oleh pikiran manusia. Ada seperangkat kaidah yang harus dipenuhi untuk menghindarkan hal-hal yang dapat menyesatkan pola berpikir seseorang. Ada pula formulasi tertentu yang dapat dibentuk oleh akal manusia, baik secara deduktif maupun induktif.
Salah nalar merupakan hasil kesalahan yang berkaitan dengan proses bernalar. Kesalahan tersebut dapat pula terjadi tanpa disadari karena kelelahan atau kondisi mental yang tidak menyenangkan sehingga berakibat pada salah ucap atau salah tulis. Dapat pula kesalahan terjadi karena ketidaktahuan yang bersangkutan, baik mengenai ilmu maupun kaidah berpikir. Lebih celaka lagi, bila yang bersangkutan tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu atau salah tahu.
Kesalahan penalaran dapat berupa kesalahan dalam menentukan relevansi bahkan dapat pula kesalahan dalam hal yang substantif.
1. Kesalahan relevansi
Kesalahan penalaran tipe ini terjadi jika premnis-premis yang dikemukakan atau digunakan kehilangan hubungan logis dengan kesimpulan yang disampaikan. Ada pula beberapa kesalahan relevansi dalam bentuk berikut ini.
a. Argumentum ad populum
Kesalahan ini terjadi karena argumen yang digunakan ditujukan pada diri orang (hominem) yang bersangkutan. Sanggahan, tanggapan, komentar, kritik, saran, usul, ulasan tidak terfokus pada pokok persoalan pembicaraan, tetapi pada aspek-aspek kepribadian orang yang menjadi lawan bicaranya. Kesimpulan yang disampaikan lebih berdasarkan pada kepentingan, keuntungan, ataupun peluang-peluang yang bisa diraihnya. Kita menolak “orang yang berbicara” dan bukan “apa yang dibicarakan”.
b. Adgumentum ad baculum
Kesalahan ini terjadi bila kesimpulan, sanggahan, kritik, usul, komentar, ataupun tanggapan dikaitkan dengan ancaman, baik berupa sanksi maupun hukuman (baculum berarti tongkat). Orang terpaksa menerima suatu kesimpulan karena takut menghadapi konsekuensi atau sanksi. Dengan demikian, argumentum ad baculum menunjukkan suatu argumentasi yang digunakan untuk mengancam otoritas seseorang.
c. Argumentum ad misericordiam
Misericordiam berarti belas kasihan sehingga argumentasi digunakan untuk membangkitkan belas kasihan sehingga orang lain tertarik dan berpihak. Dapat pula terjadi argumentasi-argumentasi yang disampaikan dengan tujuan agar kesalahan dimaafkan. Misalnya, seorang siswa mendapat nilai hasil ulangan yang kurang baik. Siswa tersebut mencari alasan yang tak berhubungan kausal, misalnya karena ia baru konflik dengan tetangga sebelah rumahnya.
d. Non-causa Pro-causa
Kesalahan tipe ini terjadi bila argumentasi yang disampaikan mengungkapkan sebab yang bukan akibat sebenarnya. Misalnya, seorang siswa takut dimarahi orang tuanya karena terlambat pulang. Ia berjanji pulang paling lambat pukul 21.00. Namun, hingga pukul 22.30 anak itu masih asyik mengobrol dengan teman-temannya. Begitu melihat arlojinya, ia terkejut karena tidak menepati janji. Untuk itu, seratus meter sebelum masuk ke rumahnya ia sengaja mengempeskan ban sepeda motornya. Sampai di rumah, orang tua bertanya mengapa terlambat pulang? Siswa menjawab dengan tenang dalam ekspresi gugup, ban motor bocor di jalan dan tidak ada lagi tempat menambalkan sehingga terpaksa jalan mendorong sepeda motornya hingga sampai rumah.
2. Kesalahan Substansi
Kesalahan substansi lebih terkait dengan proses berpikir atau bernalar, baik secara deduktif maupun induktif.
1. Kesalahan substansi dalam berpikir induktif
a. Generalisasi terlalu luas
Kesalahan ini terjadi bila fakta, bukti, evidensi yang digunakan sebagai data tidak lengkap sehingga terjadi penyamarataan atau apriori. Semisal, “Semua pelajar Jakarta gemar tawuran”. Tentu hal t6ersebut terlalu luas cakupannya sebab yang terlibat dalah persoalan tersebut tidak cukup persentasenya untuk menarik kesimpulan umum.
b. Kausalitas yang tak memadai
Kesalahan pola ini terajdi karena adanya pembenaran subjektif serta menyembunyikan kekuarangan yang ada. Oleh karena itu, terdapat kamuflase yang baik dengan rasionalisasi maupun dengan mengaitkan pada hal-hal rasional.
Contoh:
1. Pery mendapatkan nilai bahasa Indonesia di rapornya di bawah enam. Ketika ditanyai oleh orangtuanya Pery menjawab, “Guru bahasanya itu pernah marah sama saya. Lagi pula, nilai ulangannya tidak pernah dibagikan?”
2. Sebagian siswa kelas 3 P 1 mendapatkan nilai kurang dari ulangan bidang studi fisika. Mereka mengatakan waktu ulangan saat itu tiba-tiba hujan lebat, kemudian terdengar suara halilintar menggelegar.
c. Analogi yang tidak akurat
Pola ini terjadi jika sifat substansial tidak mendasari penarikan kesimpulan.
SMU Dwarapati adalah sekolah favorit. Banyak birokrat, politisi, maupun pengusaha nasional-internasional berasal dari sekolah ini. Rusli bersekolah di sekolah ini. Ia yakin suatu ketika akan menjadi birokrat yang sukses.
Dalam hal ini terjadi kekeliruan penalaran karena ada asumsi yang keliru dalam diri Rusli, mengidentifikasikan sekolah dengan pencetak birokrat, politisi, atau pengusaha.
2. Kesalahan substansi dalam berpikir deduktif
Kesalahan substansi secara deduktif terjadi karena kekurangcermatan kita dalam memahami syarat-syarat silogisme. Dengan demikian, hukum-hukum silogisme yang sangat esensial dalam proses penarikan kesimpulan terabaikan. Akibatnya, kesimpulan yang tidak akurat, tidak objektif, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan mempengaruhi pendapat seseorang yang terekspresikan lewat apa yang dikatakannya.
Ada tiga kategori kesalahan: premis mayor tidak dibatasi, perbedaan esensi antarpremis, dan premis-premis negatif.
2.1 Premis tidak dibatasi
Kesimpulan yang kita turunkan bisa kurang dapat dipertanggungjawabkan bila secara esensial tidak kita batasi sifat dan isi pengertiannya. Cobalah cermati baik-baik contoh berikut sekaligus analisislah di mana kesalahannya!
Sebagian besar orang Asia berkecukupan hidupnya.
Orang Indonesia adalah orang Asia.
Jadi, semua orang Indoensia berkecukupan hidupnya.
2.2 Esensi premis berbeda
Esensi atau pokok persoalan premis berbeda. Perbedaan esensi premis tentu sangat berpengaruh terhadap kesimpulan yang diturunkan. Hal itu sangat berpengaruh terhadap bobot kebenarannya (truth) meskipun bila dilihat dari segi pola dan cara penalarannya benar. (valid). Jadi, yang valid belum tentu benar.
Contoh:
Orang yang pandai berkepala botak adalah profesor.
Rusli siswa kelas 3 IPA 1 itu pandai dan berkepala botak.
Jadi, Rusli itu seorang profesor.
2.3 Premis negatif
Kesalahan tipe ini terjadi bila kita menggunakan dua premis negatif sekaligus untuk menarik kesimpulan sehingga terjadi kerancuan. Tidak jarang bentuk-bentuk pengingkaran itu menunjukkan pokok-pokok masalah yang berbeda. Coba cermati contoh berikut di mana kesalahannya?
Semua pohon kelapa tidak bercabang
Tiang listrik tidak bercabang
Jadi, tiang listrik itu pohon kelapa.
Tt/270104
No comments:
Post a Comment