Thursday, August 05, 2010

LKS TANGGAPAN XII IPA 2 1011

Buatlah tanggapan atas wacana berikut dengan memperhatikan aspek opini dan fakta yang digunakan oleh penulis sehingga kalian bisa mengupas kelemahan penalaran yang digunakannya. Jangan lupa kalian juga memperkuat sanggahan kalian dengan fakta dan data yang lebih tepat.

WACANA I: 
Nomor absen 1-10

Harga Diri Indonesia = Angka Nol


Di dunia pendidikan angka nol mempunyai makna yang besar dan tinggi, makanya begitu penting para siswa/siswi sekolah mendapatkan nilai 10 atau 100 dalam setiap hasil latihan maupun ujiannya. Tetapi di dunia ekonomi banyaknya angka nol mencerminkan negara yang tidak bermartabat, rendah, bahkan dinilai tak mempunyai harga diri. Kok bisa?

Akhir-akhir ini kita sering diributkan dengan istilah Redenominasi, agak sulit menyebutkannya bagi segelintir orang. Pandangan ahli beneran sampai ahli dadakan memiliki perbedaan, sampai sebagian besar masyarakat awam (termasuk saya) bingung dengan manfaat dan tujuan dari Redenominasi ini.

Komentar para elit pun tak ketinggalan, pandangan dan pendapatnya pun beragam. Bagi yang pro, mengatakan Redenominasi akan mengeffektifkan dan mengeffisienkan perhitungan mata uang dan pencetakan mata uang, bahkan bisa menaikan harga diri dan martabat bangsa di satu pihak. Sedangkan pihak yang kontra mengatakan, Redenominasi hanya akan membingungkan rakyat dan perlu proses sosialisasi yang lama.
Yang unik dalam perbedaan pandangan para ahli dan elit, mereka meributkan angka nol yang hanya ada pada selembar kertas, manfaat dan tujannya pun tidak berdampak langsung pada masyarakat yang sedang kelaparan.
Bagi yang mendukung Redenominasi, mengartikan angka nol merupakan harga diri sebuah bangsa, dimana nilai mata uang kita dibuat atau dihargai sebisa mungkin untuk menghadapi perbandingan dengan nilai mata uang asing, contoh US$1=Rp.9.000, setelah Redenominasi akan menjadi US$1=Rp9, lebih terkesan berharga bukan, padahal jauh dari kenyataan sebenarnya. Disamping itu untuk penghitungan juga tidak diperlukan kakulator.

Bagi yang tak mendukung Redenominasi, menganggap hal ini akan membuat rakyat bingung. Rakyat sudah terbiasa dengan jumalah angka nol yang banyak. Semakin banyak nol nya semakin banyak nilai belinya.

Syarat Redenominasi:
1. Ekspektasi inflasi rendah dan pergerakannya stabil
2. Stabilitas perekonomian terjaga
3. Kesiapan masyarakat
Manfaat Redenominasi:
1. Ekonomi menjadi effisien
2. Harga-harga dalam nominal lebih kecil
3. Percetakan uang lebih effisien

Dari tulisan diatas, saya jadi teringat kata khas dari Alm Gusdur, gara-gara angka nol saja kok repot. Dari syarat dan manfaat diatas, harusnya pemerintah terutama BI menunda dulu wacana Redenominasi. Dan fokus terhadap penyelesaian masalah yang tepat sasaran dan proritas, seperti masalah pendidikan, pekerjaan, pengangguran, kelaparan dan kesehatan.

WACANA II
Nomor absen 11-20
SBY: Ini Keliru, Tidak Boleh
Kamis, 5 Agustus 2010 | 10:53 WIB
BOGOR, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua kepala daerah lebih memahami konsep negara kesatuan untuk menghindari penyimpangan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
  
"Meski kita menerapkan desentralisasi, tapi kita tetap negara kesatuan dan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah," kata Presiden Yudhoyono dalam pembukaan rapat kerja nasional di Istana Bogor, Kamis (5/8/2010).
  
Presiden mengatakan, sistem desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan di setiap daerah. Hal itu adalah salah satu amanat reformasi. Menurut Kepala Negara, otonomi daerah telah memperlihatkan hasil yang nyata. Namun, di sisi lain, otonomi juga mengakibatkan sejumlah dampak negatif.
  
Presiden mencontohkan, ada sebuah daerah yang dilaporkan telah menyusun APBD secara tidak rasional. Ketika diminta klarifikasi, kepala daerah setempat beralasan anggaran daerah itu telah disetujui oleh DPRD sehingga bisa diterapkan. "Ini keliru, tidak boleh," kata Presiden tanpa menyebut nama daerah yang dimaksud.
  
Menurut Presiden, penyusunan anggaran daerah harus disesuaikan dengan garis kebijakan pemerintah dan tatanan yang sudah disepakati. Untuk itu, Presiden meminta semua kepala daerah untuk lebih memahami konsep negara kesatuan. Meski setiap daerah dapat mengelola diri secara otonom, semua daerah merupakan satu kesatuan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pemerintah pusat sebagai pengendali jalannya pemerintahan.

WACANA 3
Nomor absen 21-30
Kamis, 5 Agustus 2010 | 01:20 WIB
 
Heboh! Dua Gadis Bule Nyanyi "Keong Racun"
 
JAKARTA, KOMPAS.com Aksi Shinta dan Jojo menari-nari genit sambil menggerakkan bibirnya mengikuti lirik lagu "Keong Racun" di situs YouTube mengundang banyak perhatian. Tak hanya dari kalangan publik Tanah Air, tapi mereka juga jadi perhatian publik mancanegara.

Belakangan aksi dua mojang Bandung itu juga diikuti dua gadis bule yang meniru aksi Shinta dan Jojo di situs YouTube. Sejak Rabu (4/8/2010) sore,  aksi dua gadis bule melakukan lip sync lagu "Keong Racun" mulai mencuri perhatian.

Sejumlah komentar pun bermunculan menyusul aksi mereka dalam video berjudul Keong Racun-Bule Version berdurasi 5,08 menit itu. Yang menarik, tentu saja karena salah satu dari gadis tersebut menari-nari genit dan lumayan paham dengan lirik lagu "Keong Racun", yang menyebar bak virus itu.    

Hingga saat ini, belum diketahui pasti siapakah kedua gadis tersebut dan dari negara mana mereka berasal. Namun, sejak beredar pada Rabu, kemunculan mereka langsung memancing banyak komentar dan sempat menjadi perbincangan hangat di sejumlah situs jejaring sosial, tak terkecuali situs microblogging Twitter. 

Bahkan, kabar beredarnya video "Keong Racun" versi bule ini sempat menjadi pembicaraan hangat (trending topic) di situs tersebut. Pada Rabu sore, "Keong Racun" sempat menduduki posisi kedua trending topics di Twitter, mengalahkan pembicaraan soal film Last Airbender dan Inception, yang dibintangi aktor Leonardo DiCaprio itu. (EH)

WACANA IV
Nomor absen 31-40

Habis Dana Aspirasi, "Terbit" Rumah Aspirasi
 
Kamis, 5 Agustus 2010 | 12:05 WIB
 
KOMPAS.com/Caroline Damanik
Gedung DPR
 
JAKARTA, KOMPAS.com — Usulan mengenai dana aspirasi memang telah menghilang. Kini, muncul usulan baru: pembentukan rumah aspirasi. Setiap anggota Dewan akan mendapatkan dana tahunan sekitar Rp 200 juta untuk mengelola rumah aspirasinya. Tujuannya, sebagai kantor anggota Dewan di setiap daerah pemilihannya untuk mengumpulkan aspirasi konstituen. Wacana ini kembali menimbulkan pro dan kontra.

Direktur Indonesia Budget Center Arif Nur Alam mengatakan, fraksi maupun anggota DPR yang mendesak dana rumah aspirasi telah merendahkan institusi parlemen. "Mereka yang meminta 200 juta (rupiah) per anggota merendahkan institusi parlemen. Juga menunjukkan sikap anggota DPR yang aji mumpung mengeksploitasi duit rakyat," kata Arif.

Wacana rumah aspirasi awalnya dilontarkan oleh Badan Urusan Rumah Tangga DPR. Menurut BURT, realisasi dana aspirasi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Tak hanya dari kalangan eksternal, anggota Dewan juga tak semuanya setuju dengan pengadaan rumah aspirasi itu. Anggota Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan, dirinya tidak setuju dengan gagasan anggaran untuk rumah aspirasi.

"Wacana ini telah mengaduk-aduk emosi rakyat dengan persoalan uang untuk kebutuhan anggota DPR. Sebaliknya, rakyat melihat kita (DPR) tidak militan melindungi kepentingan rakyat, saat para ibu tangga harus menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan ketika jutaan keluarga diteror ledakan kompor gas," ujar anggota Komisi III ini.

Menurutnya, ide rumah aspirasi memang bagus, tetapi tak harus direalisasikan dengan menggunakan anggaran negara. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyerap aspirasi tanpa harus membangun sebuah rumah khusus.

"Sekarang kita bisa berkomunikasi ke seluruh pelosok Tanah Air kapan saja kita mau. Kalau setiap anggota DPR bisa me-manage konstituennya dengan baik, penyerapan aspirasi justru akan lebih mudah dan cepat. Misalnya dengan telepon seluler atau e-mail. Jadi, untuk sekadar menyerap aspirasi konstituen, tak harus dengan forum tatap muka di rumah aspirasi," kata Bambang.

WACANA IV
Nomor absen 41-48
Penelitian Jam Belajar
Sekolah, Lebih Siang Lebih Bermanfaat?
Kamis, 8 Juli 2010 | 18:20 WIB
 

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine pada Juli ini mengindikasikan, memundurkan jam sekolah memberikan manfaat besar bagi para siswa.
 
KOMPAS.com - Sebuah penelitian terbaru di Amerika Serikat (AS) ini memberikan gambaran, betapa anak-anak sekolah membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup guna menyerap pelajaran dengan lebih baik. Penelitian dilakukan dengan memundurkan jam masuk sekolah 30 menit lebih telat dari jadwal sekolah pada umumnya.
Akan banyak tantangan bagi sekolah umum untuk menerapkan usulan ini, seperti padatnya jadwal angkutan dan kesibukan orang tua.
-- Judith Owens
Penelitian kecil itu dilakukan di sebuah sekolah di Rhode Island. Pihak sekolah memundurkan jam masuk 30 menit lebih telat dari jadwal sekolah pada umumnya. Namun, penelitian dirancang untuk melihat perubahan kebiasaan tidur serta perilaku, tidak bertujuan untuk memonitor kinerja akademis para siswa. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine pada Juli ini mengindikasikan, memundurkan jam sekolah memberikan manfaat besar bagi para siswa.

"Hasilnya menakjubkan. Kami sama sekali tak menyangka," kata Patricia Moss, dekan akademis St. George's School di Middletown Rhode Island.

Banyak tantangan
Menerapkan jam masuk sekolah lebih siang 30 menit dari jam sekolah pada umumnya membuat para siswa lebih konsentrasi terhadap pelajaran di kelas. Suasana hati siswa pun cenderung baik, selain juga dapat mengurangi kasus keterlambatan dan membuat para murid menyempatkan diri untuk sarapan sehat. Para peneliti mengatakan, banyak alasan yang membuat pemunduran 30 menit itu dapat membuat perbedaan besar. Dikatakan para peneliti itu, remaja cenderung tengah berada dalam kondisi tidur lelap ketika mereka harus bangun untuk pergi sekolah di pagi hari. Kekurangan tidur ini dapat membuat mereka linglung, terutama yang sulit tidur sebelum pukul 11.00 malam.

Dr Judith Owens, peneliti sekaligus dokter anak di Hasbro Children's Hospital di Providence mengatakan, temuan ini adalah sesuatu yang ilmiah dan menguatkan bukti, bahwa mengubah jam masuk sekolah memberikan manfaat bagi anak remaja. Owens bilang, adalah sebuah fakta, bahwa studi eksklusif yang hanya dilakukan di St. George's School, Middletown, ini tidak melemahkan hasil penelitian. Namun dia mengakui, akan ada banyak tantangan bagi sekolah-sekolah umum untuk menerapkan usulan ini, seperti padatnya jadwal angkutan dan kesibukan orang tua.

Kendati begitu, beberapa sekolah di Minneapolis dan West Des Moines telah menerapkan usulan ini. Dalam risetnya, para peneliti melakukan survei terhadap kebiasaan tidur pada 201 siswa SMA selama 9 minggu. Hasil survei tersebut ternyata mengesankan. Sekolah-sekolah pun lantas membuat perubahan permanen terhadap jam masuk sekolah. Jam masuk yang biasanya pukul 08.00, dibuat mundur menjadi 08.30. Kemudian, setiap jam pelajaran dipotong 5 hingga 10 menit. Ini dilakukan agar jam pulang sekolah tetap pada jam normal dan mencegah jam pulang lebih siang sehingga akan mengganggu aktivitas anak di luar sekolah.
Hasilnya, terdapat peningkatan laporan pada siswa yang tidur sedikitnya selama delapan jam dari 16 persen menjadi hampir 55 persen. Laporan siswa yang mengantuk di siang hari pun turun dari 49 persen menjadi 20 persen.

Laporan siswa yang kesiangan juga dilaporkan menurun hingga setengah. Para siswa juga mengaku tak lagi merasa terlalu tertekan atau kesal. Plus, kunjungan pada bagian kesehatan yang kini menurun drastis. Sementara permintaan sarapan pagi yang disiapkan bagi siswa meningkat dua kali lipat. Moss mengatakan, siswa yang menyempatkan sarapan sehat dapat membantu konsentrasinya saat pelajaran. Penelitian mengatakan, jika sekolah masuk siang murid akan mudah konstresi.

Tidak cocok
Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat keputusan memajukan jam masuk sekolah menjadi pukul 06.30 WIB, banyak pelajar harus bangun lebih pagi sehingga waktu tidur mereka berkurang. Dan memang, sampai saat ini belum ada studi khusus tentang dampak dimajukannya jam masuk sekolah di Jakarta. "Tidak usah dilakukan penelitian juga memang akan begitu”, ujar pakar pendidikan Dr Anita Lie kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (8/7/2010), menanggapi hasil penelitian tersebut.

Anita mengatakan, hal tersebut dikarenakan stamina siswa telah meningkat sehingga mereka menjadi lebih konsentrasi. Di luar negeri, sekolah siang diterapkan karena mereka hanya bersekolah saat musim gugur dan semi, sedangkan pada musim panas siswa diliburkan selama dua bulan. Menurutnya, di Indonesia pengaturan waktu seperti itu tidak cocok. Indonesia merupakan negara tropis, sehingga kelembaban udaranya tinggi dan membuat tubuh mudah letih. “Di Indonesia masuk siang tidak cocok, sekolah cukup satu shift saja, sedangkan untuk siang hari seharusnya kegiatan ekstrakulikuler,” ujar dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika Widya Mandala Surabaya ini.

Dia melanjutkan, sekolah full day pun tidak cocok diterapkan di Indonesia. Hal itu karena sekolah di Indonesia rata-rata sudah menggunakan AC, sehingga akan berdampak pada pemanasan global yang semakin parah. Apalagi, kata dia, sekarang sekolah tidak punya pilihan lain selain menggunakan AC. "Contoh saja Singapura, yang merupakan negara maju, sekolah tidak menggunakan AC," ujar peraih gelar Doktor Bidang Kurikulum dan Pengajaran dari Baylor University, Texas, AS, ini.

Saturday, August 12, 2006

BAGAIMANAKAH CARA SOPAN MENOLAK PENDAPAT?

PENOLAKAN-PENYANGGAHAN PENDAPAT


Penolakan atau penyanggahan pendapat orang lain merupakan reaksi bentuk hasil rumusan jalan pikiran kita terhadap pendapat orang lain, terutama dari aspek kelemahan pendapat tersebut, yang kemudian diikuti alternatif jalan keluarnya. Di sini terlihat bahwa, tak cukup bagi kita jika hanya sebatas menilai aspek kelemahan pendapatnya. Tanggung jawab moral berikutnya adalah menyodorkan alternatif solusi, dari yang terbaik sampai yang paling kurang baik. Di sisi lain kita harus berani mengemukakan kelemahan pendapat lawan bicara, tidak usah melihat siapa yang bicara, melainkan apa yang dibicarakan.

Mempelajari cara menolak pendapat lawan bicara sebenarnya juga bermanfaat untuk mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. Secara ilmiah setiap orang harus berlaku jujur, baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Semakin objektif dan jujur seseorang semakin berani mengoreksi pendapat diri sendiri. Hal ini akan semakin membuat diri kita bersifat terbuka terhadap saran, kritik, dan usul dari pihak lain, bahkan justru berterima kasih atas hal tersebut. Di sisi lain, dalam memberikan kritik kita juga harus menilai diri sendiri apakah penalaran kita dapat diterima orang lain. Jika kritik tersebut didasarkan pada fakta-fakta yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta logis, kita harus menerimanya secara satria.

Prinsip penolakan:

  1. Penolakan hendaknya diarahkan kepada beberapa pokok yang penting saja, bukan pada seluruhnya. Kejujuran intelektual mencegah kita untuk memilih yang tidak penting serta mengadakan generalisasi bahwa seluruh argumennya salah.
  2. Argumentasi yang digunakan tidak terikat pada satu formulasi, tetapi ingin merebut dan menguasai situasi terlebih dahulu, kemudian memanfaatkannya sebaik mungkin.
  3. Penolakan hendaknya menggunakan kutipan-kutipan secara tepat rumusan argumentasi atau pokok persoalan yang akan ditolak.
  4. Metode penolakan dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi diri sendiri.
  5. Penerimaan yang dangkal terhadap gagasan tertentu sebagai kebenaran mutlak merupakan pertanda ketidakkritisan penalaran kita dan kurang terdidik.
  6. Setiap tindakan, perubahan atau halangan akan mendapat pertimbangan yang harmonis bila selalu diikuti dengan kritik-kritik yang sehat.
  7. Keberanian menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan kebenaran, logika semu, sensasi, walau gagasan itu mendapat pasaran, perlu dilatih sebagai cerminan kaum terdidik.
Metode-metode penolakan pendapat

1. Menyerang otoritas

Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah pendapat otoritas itu didukung dan diperkuat oleh kesaksian ahli atau eksperimen-eksperimen tertentu. Pendapat yang tidak didukung oleh evidensi-evidensi walau tidak salah sudah lemah kedudukannya. Kita tidak boleh silau dengan kemashuran suatu otoritas. Kemashuran otoritas hanya berarti bahwa otoritas tersebut pernah tepat dan benar secara lokal dan temporal, mempunyai keterikatan ruang dan waktu.

Suatu pendapat yang tidak didukung oleh evidensi hanya diogolongkan ke dalam hipotesis. Sebuah hipotesis tidak dapat disangkal kebenarannya demi pengembangan ilmu, tetapi belum menjadi suatu kesimpulan yang benar bila tidak didukung oleh evidensi yang kuat. Di sisi lain otoritas pendapat mempunyai keterikatan tertentu,baik berupa organisasi, poitik, ideologi, profesi, keyakinan (agama), ormas, dan lain-lain yang menyebabkan subjektivitas pendapat.Oleh karena itu, kita harus cermat apakah pendapat tersebut tidak mengandung prasangka, tidak tersembunyi di balik keahliannya untuk maksud tertentu? Kita juga dapat menolaknya dengan menggunakan kutipan otoritas-otoritas lain yang diperkuat dengan eksperimen, observasi, atau penelitian. Kita dapat juga mengumpulkan fakta-fakta atau evidensi untuk menyerang otoritas tadi.

2. Pratibukti (counterargument)

Cara ini merupakan jalan yang efektif untuk menolak suatu pendapat karena ia mengemukakan evidensi-evidensi tambahan atau jalan pikiran yang lebih baik untuk membuktikan kesalahan pendapat lawan bicara. Hal itu membuktikan bahwa jalan pikiran kita lebih baik daripada lawan bicara.

Pratibukti tidak melibatkan pribadi-pribadi dan tidak ada serangan langsung terhadap suatu pendapat. Secara sederhana kita kemukakan, “Inilah fakta dan logika yang memperkuat pendapat saya. Berdasarkan evidensi dan jalan pikirtan ini, agaknya hanya ada satu kemungkinan kesimpulan yang masuk akal.”

3. Salah nalar

Hal yang paling esensial dalam proses penolakan adalah menunjukkan kesalahan dalam proses penaralaran lawan bicara. Apakah jalan pikiran tersebut benar atau tidak, kemudian dapat ditentukan sikap terhadap persoalan yang dibicarakan. Salah nalar ini sering terjadi dalam jalan pikiran manusia di kehidupan sehari-harinya, tanpa disadari secara pasti dan justru menabiat karena kebiasaan. Kesalahan penalaran tersebut dapat berupa generalisasi sepintas lalu, analogi yang pincang, semua alih-alih beberapa, kesalahan dalam hubungan kausal, kesalahan karena tidak mengerti persoalan.

3.1 Generalisasi sepintas lalu

Prinsip ini berasal dari keinginan yang kuat untuk menyederhanakan suatu persoalan yang kompleks. Di sisi lain hal ini juga berasal dari kelambanan bertindak atau kemalasan berusaha untuk meneliti fakta-fakta disertai dengan sikap ketidakmauan mendalami bagian topik yang rumit.

Pola berpikir ini sering disebut pemikiran tabloid cenderung menyederhanakan topik yang kompleks kepada pembaca. Argumentasi semacam ini dapat ditolak dengan memperlihatkan bahwa peristiwa-peristiwa khusus belum cukup banyak diselidiki untuk menetapkan kebenaran konklusi. Perlu dicari lagi fakta-fakta yang cukup banyak jumlahnya untuk meperkuat konklusi itu. Generalisasi sepintas lalu yang didasari atas kebangsaan atau watak etnis perlu disikapi dengan hati-hati bila diterima.

3.2 Analogi yang pincang

Analogi induktif pada umumnya dapat diterima secara logis, tetapi ada juga corak penalaran indukltif secara analogis yang pincang atau terlalu dipaksakan padahal tidak ada kemiripan antara dua hal yang diperbandingkan tersebut atau analogi penjelas diberikan kepada kita untuk menutup lubang perbedaan sehingga terbentuk penalaran analogis yang logis.

3.3 Semua alih-alih beberapa
Pola pikir ini menggunakan silogisme yang mengandung term tengah, tetapi fakta-fakta tidak memberikan jaminan kebenaran. Kualitas universal afirmatif yang dinyatakan dengan kata semua dan sejenisnya tidak selalu mutlak memberikan jaminan kebenaran.

3.4 Kesalahan hubungan kausal
Seringkali orang terjebak dalam kerangka berpikir bahwa peristiwa yang terjadi sebelumnya merupakan penyebab terjadinya peristiwa berikutnya, padahal hal itu belum tentu benar secara kausalitas. Jalan penalaran semacam ini disebut juga pos hoc, ergo propter hoc (sesudah ini, sebab itu, karena itu). Kesalahan ini mirip dengan nonsequitur (tidak bisa diikuti). Ini terjadi karena kesimpulan yang diturunkan tidak berdasarkan premis-premis yang ada. Contoh: Ia tidak bisa mengurus rumah tangga kantor karena mengurus rumah tangga sendiri saja tidak bisa.

3.5 Kesalahan karena tidak mengerti persoalan

Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berbicara banyak bukan pada inti yang harus dibicarakan, melainkan berbicara pada pokok yang lain yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan saat itu. Hal ini semata karena yang bersangkutan tidak mengetahui persoalan yang dibicarakan secara memadai.

3.6 Argumentum et hominem

Pola ini merupakan pembuktian yang ditujukan kepada manusianya dengan jalan berusaha mengelak memberikan bukti-bukti dari suatu masalah yang dihadapi dengan mengompensasikan menolak karena manusianya.

4. Dorongan emosi

Manusia sering mencampuradukkan antara rasio dan emosi yang justru menjerat manusia dalam arus emosi, apalagi diwarnai dengan keengganan berpikir secara kritis.Oleh sebab itu, manusia perlu menyadari diri dari pengaruh para demagog, tokoh politik, pemasang iklan, dfan lain-lain. Kelemahan psikologis manusia seperti itu sering dimanfaatkan dengan tujuan tertentu. Memang, tidak selalu setiap sentuhan emosional bernada jahat. Cara menolaknya berpegang pasda prinsip: semakin kuat aspek emosional yang mengriringi suatu pernyataan, semakin lemah kebenaran persoalannya.

Cara-cara berikut dominan faktor emosinya sehinga objektivitasnya merosot.

4.1 Berbicarta berdasarkan prestise

Cara ini sering digunakan dalam mempropagandakan sesuatu dengan jalan memanfaatkan prestise seseoramng sehingga audiens menerima apa yang dipropagandakan. Model ini biasa dipakai dalam dunia politik dan periklanan.

4.2 Menggunakan istilah yang berprasangka

Istilah tertentu sering digunakan untuk menghantam lawan bicara. Konsep yang dikenal umum atau sudah menjadi opini publik sering dimanfaatkan untuk menjatuhkan kharisma seseorang, misalnya provokator, reaksioner, komunis, kapitalis, dan lain-lain. Di sisi lain, sering digunakan istilah tertentu yang berkonotasi baik, misalnya keamanan nasional, semangat berkorban, aksi sosial, rule of low, pancasilai, reformis.

4.3 Argumentum ad populum

Pola ini menggunakan populasi (masyarakat) sebagai dalih untuk membenarkan pendapatnya. Rakyat sering digunakan sebagai alat untuk membentengi pidato politik atau keperluan pribadi/kelompok dalam politik. Seseorang bisa menggunakan cara ini demi kepentingan kelompoknya atau pribadi, sedangkan rakyat atau populasinya hanya digunakan sebagai korban/benteng, bukan fakta.

5. Metode-metode khusus

Metode-metode ini bersifat khusus karena memang digunakan dalam situasi khusus, yaitu dilema, metode residu, dan reductio ad absurdum.

5.1 Dilema

Metode ini sebenarnya termasuk daslam silogisme hipotetis yang bersifat majemuk, dan dari segi bentuk bersifat separuh disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayor dibentuk dari dua proposisi hipotetis, sedangkan premis minor
dan konklusinya merupakan proposisi disjungtif.

Jika melakukan hal itu kamu akan dihukum seumur hidup, tetapi jika tidak melakukannya kamu akan sengsara seumur hidup.

Dilema harus mengandung akibaty yang sama berat. Sering terjadi bahwa dilema yang diajukan tidak sama kuat. Sebab itiu sebagai metode penolakan, kita harus meneliti secermat-certmatnya apakah betul terdapat dua alternatif yang mempnyai pertalian yang sama kuat terhadap pokok-persoalan.

Bila tidak kritis dan hati-hati dilema dapat menjadi generalisasi sepintas lalu yang berlebihan. Dilema muncul dari anggapan seoolah-olah hanya ada dua kemungkiinan, tidak lebih-tidak kurang. Untuk menolak pendapat melalui dilema yang semua, cukup saja diajukan argumentasi bahwa satu alternatif dapat disisihkan, atau masioh ada alternatif lain yang lebih baik.

5.2 Metode residu

Metode residu merupakan usaha untuk menolak pendapat dengan mencatat semua alternatif yang berhubungan, kemudian mencoba mengeluarkan alternatif-alternatif lain yang mungkin saja tidak masuk akal atau tidak mungkin. Dengan demikian metode ini lebih efektif bila semua alternatif yang berhubungan dengan persoalan dapat dicatat semuanya. Jika satu alternatif saja diabaikan, metode ini akan menemukan kegagalan. . Oleh karena itu, metode ini memerlukan penelitian yuang cermat.

5.3 Reductio ad absurdum

Metode ini bersifat memperluas suatu fase dari argumentasi yang dikemukakan lawan hingga mencapai titik kabur (absurdum) atau sama sekali tidak masuk akal. Metode ini digunakan secara tepat dengan memperlihatkan ejekan terhadap gagasan. Ini memerlukan fakta-fakta yang tepat dan kuat bila tidak menginginkan kena bumerang.

Tt/150104
Grhabakti


PEMAHAMAN ASAS-ASAS BERPIKIR

Pada proses berpikir bersama, terutama berpikir ilmiah, secara psikomotoris penalaran terjadi kegiatan berpikir yang maju bergerak ke pengetahuan baru dari dan berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki. Hal ini membawa ke arah perkembangan pemikiran seseorang. Maksudnya, kita tidak berhenti pada satu titik pengetahuan, pemikiran, keputusan, atau kesimpulan yang sudah tersusun dan dimiliki atau yang sudah membentuk kerangka berpikir, melainkan kita selalu berusaha “memperbarui” sehingga tersusun suatu pengetahuan, pemikiran, keputusan, dan kesimpulan baru.

Hal tersebut merupakan bukti kekritisan dan kecerdasan kita dalam menimbang dan memutuskan sesuatu. Di sisi lain hal tersebut merupakan perkembangan pola analistis dan cara pandang kita terhadap suatu masalah. Karena itu, dalam proses berpikir bersama, kita berharap menemukan alternatif-alternatif, jalan keluar (solusi), dan pemecahan masalah. Memahami suatu masalah dalam proses berpikir bersama berarti menempatkan dan mengaplikasikan asas berpikir sebagai pangkalan atau dasar membentuk pengetahuan baru. Asas berpikir perlu diperhatikan dan dipenuhi dengan tujuan keputusan dan kesimpulan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan.

1. Asas Identitas

Asas identitas berarti menunjuk sifat khas atau sifat pokok realitas, konsep atau masalah. Dalam asas ini kita melihat bahwa setiap realitas, konsep, maupun masalah mempunyai hakikat yang khas: memiliki sifat, referensi, dan identitas tertentu. Artinya, dalam asas identitas kita berhadapan dengan kategori INI adalah INI, atau ITU adalah ITU.

Dalam proses berpikir bersama, apapun bentuknya, asas identitas menunjuk kenyataan bahwa pengakuan akan realitas, konsep, maupun masalah membawa konsekuensi semua kesimpulan yang ditarik dari pengakuan itu harus diakui.

Cermati kutipan berikut ini, ungkapkan asas identitas mana yang terdapat dalam realitas, konsep, maupun pokok permasalahan:
Petenis putri utama Indoensia, Angelique “Angie” Wijaya, dipilih oleh Australian Tennis Magazine, majalah tenis terkemuka Australia, sebagai petenis muda terbaik (rising star) tahun 2002. Pemberian tropi penghargaan tersebut, ujar manajer Angie, Virginia Rusli, akan dilakukan saat turnamen Australia Terbuka berlangsung di Melbourne, pertengahan Januari 2003.

“Penyerahan tropi akan dilakukan dalam arena Australia Terbuka. Informasi. Informasi yang saya peroleh kemungkinan upacara tersebut dilakukan di hari terakhir turnamen,” ujar Virginia.

Selain Angie, majalah tersebut juga memberikan penghargaan serupa kepada petenis muda Australia, Todd Reid. Reid merupakan juara Wimbledon yunior putra tahun ini, sedangkan Angie menembus peringkat 80-an dunia turnamen Volvo Open di Pattaya Thailand, semifinalis Shanghai Terbuka, dan juara Dubai Challenger. Setahun sebelumnya di usia yang ke-16, Angie meraih gelar WTA Tour pertama di Wismilak Open Bali. (Kompas, 31 Desember 2002)

2. Asas Kontradiktoris

Asas ini menunjukan isi dan luas pengertian yang berbeda dari suatu realitas, konsep, atau masalah yang sama. Perbedaan isi dan luas suatu konsep atau pengertian disebabkan oleh susut pandang atau cara pendekatan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu dicermati bila berhadapan dengan kenyataan tersebut, kita harus menentukan “mana yang benar” dan “mana yang salah”.

Pahami dan cermati contoh berikut! Diskusikan dengan teman kalian!

a. Semua profesor pandai dan menemukan sesuatu
Wong Kwi siswa kelas 3 IPA SMU kita itu pandai dan menemukan sesuatu.
Jadi, Wong Kwi itu profesor.

3. Asas Kemungkinan Ketiga

Kita menyadari bahwa setiap keputusan atau kesimpulan bukan berdasarkan pada sikap kompromis. Ini pedoman asas kemungkinan ketiga. Jika ada keputusan atau kesimpulan yang saling bertentangan, kita harus dengan tegas menentukan hanya satu kemungkinan yang benar.

Perhatikan contoh berikut!

1. Semua siswa Kelas 3 IPA SMU Dwarapati pandai
2. Beberapa siswa Kelas 3 IPA SMU Dwarapati pandai

Bila kita perhatikan contoh di atas dengan baik, tidak ada kemungkinan bagi kita untuk menempatkan kedua pernyataan sama-sama benar atau sama-sama salah. Di sisi lain kita tidak dapat mengompromikannnya. Yang dapat kita lakukan adalah memilih satu atau sekaligus mengingkari satu.

4. Asas kausalitas

Asas ini menunjukkan bahwa setiap konsep, realitas, atau masalah mempunyai rangkaian kausalitas sebab-akibat: sebab terjadinya atau alasan keberadaannya. Setiap realitas, konsep, atau masalah pasti ada faktor kausalitasnya (penyebab). Oleh karena itu, kita berhadapan dengan rangkaian sebab-akibat atau akibat sebab dari setiap realitas, konsep, atau permasalahan yang kita hadapi.

Coba kalian cermati dan diskusikan dengan teman sebelah: asas berpkir mana yang paling dominan dalam kutipan berikut? Mengapa?

Jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mewaspadai situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas) pada tahun 2003 mendatang walaupun tingkat kriminalitas tahun ini relatif turun dibandingkan dengan tahun 2001. kewaspadaan tersebut berkait dengan rencana kegiatan nasional, yakni pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2004, selain tindak pidana kekerasan dengan senjata tajam atau senjata api tetap akan mewarnai tahun 2003.
Markas Besar Polri tidak merinci bentuk gangguan kamtibnas pada tahun mendatang. Mabes Polri menjelaskan langkah-langkah antisipasi menghadapi situasi itu, di antaranya mengupayakan penambahan alat komunikasi dan transportasi, termasuk pengadaan minimal sebuah helikopter di setiap kipolisian daerah (polda) sebelum tahun 2003 berakhir.
(Kompas, 31 Desember 2002)


PEMAHAMAN DASAR PENYAMPAIAN KOMENTAR, PERSETUJUAN, DAN PENOLAKAN

Sebagaimana yang sudah kita ketahui, bahwa dasar penyampaian komentar, persetujuan, dan penolakan pendapat adalah asas berpikir. Sudah tentu, pemahaman asas berpikir yang cermat dan tepat serta benar dalam pengaplikasiannya sangat menghindarkan kita dari kesalahan-kesalahan bernalar. Untuk menjaga hal tersebut, perlu kita perhatikan hal-hal berikut!

1. Suatu penyataan yang sesuai dengan pengetahuan terdahulu atau yang sudah kita ketahui tentu menghadirkan komentar, persetujuan atau penolakan yang logis, sahih, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Perhatikan contoh berikut!

a. Semua siswa yang tekun dan teratur belajar tentu berhasil dalam studinya.
Wong Kwi adalah siswa yang selalu tekun dan teratur belajar.
Jadi, Wong Kwi pasti berhasil dalam studinya.

b. Semua orang Indonesia pasti berketuhanan.
Wong Kwi bin Wong Kae adalah warga negara Indonesia.
Jadi, Wong Kwi bin Wong Kae pasti berketuhanan.


2. Suatu pendapat yang tidak sesuai dengan pengetahuan yang mendahului atau yang sudah kita miliki tentu membentuk komentar, persetujuan, keputusan, kesimpulan, atau penolakan yang tidak objektif.

Perhatikan contoh berikut!

a. Semua profesor pandai dan menemukan sesuatu.
Wong Kwi adalah orang yang pandai dan menemukan sesuatu di kampungku.
Jadi, Wong Kwi itu profesor.

b. Semua wakil rakyat di parlemen pasti memperjuangkan “wong cilik”
Wong Kwi pekereja sosial itu selalu memperjuangkan nasib “wong cilik”
Jadi, Wong Kwi adalah wakil rakyat di parlemen.


3. Dari ADA dapat disimpulkan MUNGKIN. Kita cermati contoh berikut!

a. Wong Kwi ada di perpustakaan.

Berdasarkan pernyataan tersebut kita menurunkan kemungkinan-kemungkinan logis antara lain sebagai berikut!

1. Mungkin Wong Kwi sedang meminjam buku.
2. Mungkin Wong Kwi sedang mengembalikan buku.
3. Mungkin Wong Kwi sedang membaca majalah.
4. Mungkin Wong Kwi sedang membaca surat kabar.
5. Mungkin Wong Kwi sedang meminjam majalah.

b. Wong Kwi ada di kamarnya.

Pernyataan tersebut menghadirkan kemungkinan-kemungkinan logis sebagai berikut.

1. Mungkin Wong Kwi sedang belajar.
2. Mungkin Wong Kwi sedang tidur.
3. Mungkin Wong Kwi sedang melamun.
4. Mungkin Wong Kwi sedang menulis surat.
5. Mungkin Wong Kwi sedang mendengarkan musik.
6. Mungkin Wong Kwi sedang melihat acara televisi.

4. Dari MUNGKIN tidak dapat disimpulkan AD. Artinya, setiap pernyataan yang mengungkapkan kemungkinan belum dapat diogunakan sebagai dasar membentuk kepastian, kebenaran, atau kebertadaannya. Perhatikan contoh berikut!

a. Mungkin Wong Kwi ada di perpustakaan.
b. Mungkin Wong Kwi ada di loaboratorium.
c. Mungkin Wong Kwi ada di Jakareta.
d. Mungkin Wong Kwi ada di kamar mandi.
e. Mungkin Wong Kwi ada di pasar.

5. Dari TIDAK MUNGKIN kita dapat menyimpulkan TIDAK ADA. Kita cermati contoh berikut!

a. Tidak mungkin seorang reformis melakukan korupsi.
Jadi, tidak ada reformis yang korupsi.

b. Tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.
Jadi, tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan kekerasan.

6. Dari TIDAK ADA kita dapat menyimpulkan TIDAK MUNGKIN. Kita cermati contoh berikut!

a. Tidak ada kaum reformis melakukan korupsi.
Jadi, tidak mungkin kaum reformis uyang korupsi.

b. Tidak ada pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.
Jadi, tidak mungkin pemeluk agama yang taat melakukan tindak kekerasan.


MENYAMPAIKAN RINCIAN SEBAGAI EVIDENSI


Evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan kebenaran suatu gagasan, konsep, dan realitas. Evidensi harus konkret, terinci, dan teruji. Untuk hal tersebut dapat digunakan cara-cara berikut.

1. Rincian umum-khusus

Cara ini dimulai dengan mengungkapkan hal yang umum di awal pembicaraannya, sedangkan pada bagian akhir dikemukakan hal-hal yang paling khusus. Sebaliknya, dapat juga dimulai dari hal yang khusus menuju hal yang umum.

2. Rincian keseluruhan – bagian

Pada awal pembicaraan dikemukakan hal yang keseluruhan sifatnya, kemudian diikuti bagian per bagian sebagai unsur pendudungnya. Sebaliknya, dapat pula dimulai dari hal yang umum menuju ke hal yang khusus di akhir pembicaraan.

3. Rincian ruang lingkup luas- sempit

Rincian dengan lingkup luas –sempit dimulai dengan mengemukakan cakupan pembicaraan yang luas hingga ke hal-hal yang sempit sifatnya.

KESALAHAN PENALARAN

Penalaran sebagai rangkaian proses berpikir manusia mempunyai pola dan kaidah tertentu yang sebenarnya secara logis dapat dipertanggungjawabkan hakiki kebenaran formulanya, di samping mampu diterima secara nalar oleh pikiran manusia. Ada seperangkat kaidah yang harus dipenuhi untuk menghindarkan hal-hal yang dapat menyesatkan pola berpikir seseorang. Ada pula formulasi tertentu yang dapat dibentuk oleh akal manusia, baik secara deduktif maupun induktif.

Salah nalar merupakan hasil kesalahan yang berkaitan dengan proses bernalar. Kesalahan tersebut dapat pula terjadi tanpa disadari karena kelelahan atau kondisi mental yang tidak menyenangkan sehingga berakibat pada salah ucap atau salah tulis. Dapat pula kesalahan terjadi karena ketidaktahuan yang bersangkutan, baik mengenai ilmu maupun kaidah berpikir. Lebih celaka lagi, bila yang bersangkutan tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu atau salah tahu.

Kesalahan penalaran dapat berupa kesalahan dalam menentukan relevansi bahkan dapat pula kesalahan dalam hal yang substantif.

1. Kesalahan relevansi

Kesalahan penalaran tipe ini terjadi jika premnis-premis yang dikemukakan atau digunakan kehilangan hubungan logis dengan kesimpulan yang disampaikan. Ada pula beberapa kesalahan relevansi dalam bentuk berikut ini.

a. Argumentum ad populum

Kesalahan ini terjadi karena argumen yang digunakan ditujukan pada diri orang (hominem) yang bersangkutan. Sanggahan, tanggapan, komentar, kritik, saran, usul, ulasan tidak terfokus pada pokok persoalan pembicaraan, tetapi pada aspek-aspek kepribadian orang yang menjadi lawan bicaranya. Kesimpulan yang disampaikan lebih berdasarkan pada kepentingan, keuntungan, ataupun peluang-peluang yang bisa diraihnya. Kita menolak “orang yang berbicara” dan bukan “apa yang dibicarakan”.

b. Adgumentum ad baculum

Kesalahan ini terjadi bila kesimpulan, sanggahan, kritik, usul, komentar, ataupun tanggapan dikaitkan dengan ancaman, baik berupa sanksi maupun hukuman (baculum berarti tongkat). Orang terpaksa menerima suatu kesimpulan karena takut menghadapi konsekuensi atau sanksi. Dengan demikian, argumentum ad baculum menunjukkan suatu argumentasi yang digunakan untuk mengancam otoritas seseorang.

c. Argumentum ad misericordiam

Misericordiam berarti belas kasihan sehingga argumentasi digunakan untuk membangkitkan belas kasihan sehingga orang lain tertarik dan berpihak. Dapat pula terjadi argumentasi-argumentasi yang disampaikan dengan tujuan agar kesalahan dimaafkan. Misalnya, seorang siswa mendapat nilai hasil ulangan yang kurang baik. Siswa tersebut mencari alasan yang tak berhubungan kausal, misalnya karena ia baru konflik dengan tetangga sebelah rumahnya.

d. Non-causa Pro-causa

Kesalahan tipe ini terjadi bila argumentasi yang disampaikan mengungkapkan sebab yang bukan akibat sebenarnya. Misalnya, seorang siswa takut dimarahi orang tuanya karena terlambat pulang. Ia berjanji pulang paling lambat pukul 21.00. Namun, hingga pukul 22.30 anak itu masih asyik mengobrol dengan teman-temannya. Begitu melihat arlojinya, ia terkejut karena tidak menepati janji. Untuk itu, seratus meter sebelum masuk ke rumahnya ia sengaja mengempeskan ban sepeda motornya. Sampai di rumah, orang tua bertanya mengapa terlambat pulang? Siswa menjawab dengan tenang dalam ekspresi gugup, ban motor bocor di jalan dan tidak ada lagi tempat menambalkan sehingga terpaksa jalan mendorong sepeda motornya hingga sampai rumah.

2. Kesalahan Substansi

Kesalahan substansi lebih terkait dengan proses berpikir atau bernalar, baik secara deduktif maupun induktif.

1. Kesalahan substansi dalam berpikir induktif

a. Generalisasi terlalu luas

Kesalahan ini terjadi bila fakta, bukti, evidensi yang digunakan sebagai data tidak lengkap sehingga terjadi penyamarataan atau apriori. Semisal, “Semua pelajar Jakarta gemar tawuran”. Tentu hal t6ersebut terlalu luas cakupannya sebab yang terlibat dalah persoalan tersebut tidak cukup persentasenya untuk menarik kesimpulan umum.

b. Kausalitas yang tak memadai

Kesalahan pola ini terajdi karena adanya pembenaran subjektif serta menyembunyikan kekuarangan yang ada. Oleh karena itu, terdapat kamuflase yang baik dengan rasionalisasi maupun dengan mengaitkan pada hal-hal rasional.

Contoh:

1. Pery mendapatkan nilai bahasa Indonesia di rapornya di bawah enam. Ketika ditanyai oleh orangtuanya Pery menjawab, “Guru bahasanya itu pernah marah sama saya. Lagi pula, nilai ulangannya tidak pernah dibagikan?”

2. Sebagian siswa kelas 3 P 1 mendapatkan nilai kurang dari ulangan bidang studi fisika. Mereka mengatakan waktu ulangan saat itu tiba-tiba hujan lebat, kemudian terdengar suara halilintar menggelegar.

c. Analogi yang tidak akurat

Pola ini terjadi jika sifat substansial tidak mendasari penarikan kesimpulan.

SMU Dwarapati adalah sekolah favorit. Banyak birokrat, politisi, maupun pengusaha nasional-internasional berasal dari sekolah ini. Rusli bersekolah di sekolah ini. Ia yakin suatu ketika akan menjadi birokrat yang sukses.

Dalam hal ini terjadi kekeliruan penalaran karena ada asumsi yang keliru dalam diri Rusli, mengidentifikasikan sekolah dengan pencetak birokrat, politisi, atau pengusaha.

2. Kesalahan substansi dalam berpikir deduktif

Kesalahan substansi secara deduktif terjadi karena kekurangcermatan kita dalam memahami syarat-syarat silogisme. Dengan demikian, hukum-hukum silogisme yang sangat esensial dalam proses penarikan kesimpulan terabaikan. Akibatnya, kesimpulan yang tidak akurat, tidak objektif, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan mempengaruhi pendapat seseorang yang terekspresikan lewat apa yang dikatakannya.

Ada tiga kategori kesalahan: premis mayor tidak dibatasi, perbedaan esensi antarpremis, dan premis-premis negatif.

2.1 Premis tidak dibatasi

Kesimpulan yang kita turunkan bisa kurang dapat dipertanggungjawabkan bila secara esensial tidak kita batasi sifat dan isi pengertiannya. Cobalah cermati baik-baik contoh berikut sekaligus analisislah di mana kesalahannya!

Sebagian besar orang Asia berkecukupan hidupnya.
Orang Indonesia adalah orang Asia.
Jadi, semua orang Indoensia berkecukupan hidupnya.

2.2 Esensi premis berbeda

Esensi atau pokok persoalan premis berbeda. Perbedaan esensi premis tentu sangat berpengaruh terhadap kesimpulan yang diturunkan. Hal itu sangat berpengaruh terhadap bobot kebenarannya (truth) meskipun bila dilihat dari segi pola dan cara penalarannya benar. (valid). Jadi, yang valid belum tentu benar.

Contoh:

Orang yang pandai berkepala botak adalah profesor.
Rusli siswa kelas 3 IPA 1 itu pandai dan berkepala botak.
Jadi, Rusli itu seorang profesor.

2.3 Premis negatif

Kesalahan tipe ini terjadi bila kita menggunakan dua premis negatif sekaligus untuk menarik kesimpulan sehingga terjadi kerancuan. Tidak jarang bentuk-bentuk pengingkaran itu menunjukkan pokok-pokok masalah yang berbeda. Coba cermati contoh berikut di mana kesalahannya?

Semua pohon kelapa tidak bercabang
Tiang listrik tidak bercabang
Jadi, tiang listrik itu pohon kelapa.



Tt/270104